Senin, 28 November 2011

Alexandrite – chap 1

Cast:
  • Tiffany SNSD as Tiffany Hwang
  • Donghae SJ as Lee Donghae
  • Seohyun SNSD as Seo Joohyun / Seohyun
  • Yonghwa CN Blue as Jung Yonghwa
  • TOP BigBang as Choi Seung Hyun
  • UEE After School as Kim Yu Jin
  • Kyuhyun SJ as Cho Kyuhyun
Genre: romance
Rate: PG 13
Keringat dingin mengalir di kening Tiffany. Nafasnya terdengar berat dan tergesa. Wajahnya yang pucat terlihat semakin pucat. Bibirnya sibuk menggumamkan kata-kata tidak jelas untuk menutupi ketakutannya. Keadaan sekitarnya yang gelap membuat tubuh Tiffany semakin bergetar. Ia pun mengeratkan selimut yang membalutnya dari belakang.
“Jangan..jangan keluar.. AAAAAAAA!!!”
&&&&&
Donghae berkeliling di sekitar kamar Tiffany. Sebagai ketua pengawal, ia lah yang paling bertanggung jawab atas keselamatan Tiffany. Karena itulah dalam 2 jam sekali di setiap malam Donghae memeriksa keadaan sekitar kamar sang ‘putri’. Ketika ia kembali memeriksa, yaitu sekitar pukul 2 malam, Donghae mendengar teriakan dari kamar Tiffany. Dengan tergesa-gesa ia berlari ke kamar Tiffany. Sempat ia mengetuk pintu beberapa kali karena sesampainya disana ia tidak lagi mendengar teriakan Tiffany.
“Nona?” panggilnya khawatir sambil terus mengetuk pintu. Tidak ada jawaban beberapa saat namun teriakan Tiffany terdengar kembali.
“AAAAA! PERGII!! JANGAAANN!!”
“Tiffany?!” Donghae memutar knop pintu kamar tapi Tiffany menguncinya dari kamar. Ia pun memutuskan untuk mendobrak masuk dengan pistol siaga di tangannya. Ia sedikit terkejut karena keadaan kamar Tiffany yang gelap, hanya terdapat sinar dari televisi yang menyala. Baru Donghae akan memijit saklar lampu, seseorang menabraknya dan memeluknya dengan erat. Ia sudah bersiap memukul kepala orang tersebut dengan sikunya ketika sesuatu menghentikannya.
“OPPAA!”
Tangan Donghae melayang di udara ketika mendengar suara Tiffany. Ia lantas memijit saklar dengan terburu-buru. Tercengang ketika menemukan Tiffany-lah yang memeluknya tadi. Gadis itu terlihat begitu ketakutan dengan air mata mengalir deras. Donghae lantas balas memeluk Tiffany untuk menenangkannya.
“Tiff? Apa yang terjadi?”
“Gadis itu..gadis itu, oppa..” Tiffany membenamkan wajahnya ke bahu Donghae sementara jarinya menunjuk ke suatu arah.
“Gadis apa, Tiff? Siapa yang kau bicarakan?”
“Ia..ia akan dibunuh oppa. Aku takut..”
“Dibunuh? Tiff, kau bicara apa?” Donghae semakin cemas sekaligus bingung karena tidak menemukan siapapun di kamar Tiffany selain mereka berdua.
&&&&&
“AAAAA!” Tiffany menarik lengan Donghae dan menyembunyikan wajahnya di balik punggung Donghae. Donghae hanya bisa tertawa kecil dan mengusap tangan Tiffany yang memegangi lengannya dengan erat.
“Hei..pembunuhnya sudah tidak ada.” Ujar Donghae memberi tahu. Perlahan Tiffany kembali pada posisinya dan melepaskan tangannya dari lengan Donghae. Ia kembali menatap layar televisi dengan serius.
“Kalau kau takut, lebih baik menonton film yang lain saja.” Saran Donghae sambil tersenyum geli.
“Tidak mau. Film ini sangat populer. Teman-temanku sering membicarakan filmi ini. Aku tidak boleh melewatkannya.”
“Tapi kau kelihatan sangat ketakutan, Tiff.”
“Karena itu oppa harus tetap disini sampai aku selesai menonton. Hehe..”
“Dasar kau ini.”
Donghae meraih tempat DVD bercover ‘The Murderer’ yang tergeletak di meja samping tempat tidur Tiffany. Ia memperhatikan benda itu beberapa detik sebelum akhirnya terkekeh sendiri. Donghae merasa dirinya seperti orang bodoh saat begitu mengkhawatirkan Tiffany tadi. Ia pikir Tiffany dalam bahaya atau apa tapi nyatanya Tiffany hanya ketakutan karena sebuah film dengan cerita yang menurut Donghae tidak masuk akal.
“Aku pikir terjadi sesuatu padamu.” Gumam Donghae dan lagi-lagi ia tertawa sendiri.
“AAAA! OPPAA!” teriak Tiffany lagi saat sosok pembunuh dalam layar telivisi kembali muncul. “Jangan…jangan bunuh anak itu..”
“Mana mungkin ia tidak membunuhnya.” Canda Donghae mencoba merusak suasana. “Sebentar lagi. Satu.. dua.. Ti..”
“AAAA!” Tiffany membenturkan dirinya pada Donghae dan lagi-lagi memeluknya erat. Membuat Donghae menahan nafas karena terlalu gugup. Jika Tiffany pucat karena ketakutan, maka Donghae pucat karena jantungnya berdegup kencang.
“Anak itu..anak itu ma..mati, oppa..”
“Pem..pembunuhnya..su..sudah hilang, Tiff.” Kata Donghae dengan nada yang terdengar lebih depresi dibanding Tiffany yang ketakutan. Tiffany menoleh perlahan ke arah televisi, seperti yang Donghae katakan, pembunuh tersebut tidak lagi muncul di layar sehingga Tiffany kembali duduk pada posisi semula.
“Aku yang bisa mati kalau seperti ini, Tiff.”  Batin Donghae sambil mengusap dadanya.
Hening. Tiffany masih berkonsentrasi menyaksikan film sementara Donghae sibuk menelan ludah karena masih memikirkan ‘pelukannya’ dengan Tiffany. Ya, sekalipun sebelumnya Tiffany memeluknya tapi itu berbeda. Saat pertama Tiffany memeluknya dan membuatnya begitu cemas, ia tidak memiliki waktu untuk gugup atau apa. Kekhawatirannya melebihi segalanya.
“Eh? Ada apa ini?” bingung Tiffany saat layar televisi berubah menjadi hitam.
&&&&&
“Oppa tidak akan pergi kan? Oppa akan tetap disini sampai besok aku bangun kan?”
“Iya. Sekarang cepatlah tidur.” Jawab Donghae dengan tersenyum.
“Aku belum mengantuk.”
“Hei..ini sudah lewat dari pukul 3. Mana mungkin kau belum mengantuk. Besok ada kuliah pagi bukan? Kau harus segera tidur, Tiff.”
Tiffany mengerucutkan bibirnya dan melipat kedua tangannya “Oppa terdengar seperti umma saat memaksaku segera tidur dulu.”
“Lalu harus bagaimana? Ini sudah hampir pagi. Kalau kau kurang tidur nanti bisa sakit. Lagipula DVD-nya rusak dan tidak bisa diputar lagi.”
“Ah iya! Aigoo..ada apa dengan DVD itu? Kata Yuri DVD itu baru. Tapi baru diputar sekali sudah seperti ini. Dimana anak itu membelinya. Jangan-jangan ia membeli di tukang bajakan lagi dan..”
“Hei..” Donghae menarik hidung Tiffany agar ia berhenti mengomel.
“Kau ini tetap sama seperti Tiffany saat kecil.” Lanjut Donghae lagi diikuti tawanya.
“Ah oppa..sakit.” Tiffany mengusap hidungnya dan menunjukkan raut kesal. “Aku ini bukan anak kecil. Aku sudah berumur 22 tahun. Hanya selisih dua tahun dari oppa, Yu Jin unnie, dan Seung Hyun oppa. Bahkan lebih tua dari Seohyun. Ah! Juga seumuran dengan Yonghwa, iya kan?”
“Tapi kelakuanmu itu masih seperti anak sepuluh tahun, Tiff. Bukan, tapi lima tahun. Haha..”
“Oppa!” Tiffany mencubit lengan Donghae dan kembali mengerucutkan bibirnya. Membuat Donghae semakin gemas dan mengacak-acak rambutnya.
“Hm..oppa.”
“Iya?”
“Di film itu..bagaimana kalau pembunuh seperti itu memang ada. Maksudku bagaimana jika ada seseorang yang dibayar untuk membunuh..dan aku adalah targetnya?” Tiffany bertanya untuk sekedar bercanda tapi Donghae menganggapnya sebagai sesuatu yang serius.
“Ah oppa, aku hanya bercanda. Kenapa oppa jadi memasang tampang seperti itu?” lanjut Tiffany sedikit terkekeh.
“Aku tidak akan membiarkan itu.”
“Eh? Apa?”
“Aku akan menjagamu. Aku tidak akan membiarkan seseorang melukai atau mencelakaimu. Tidak akan, Tiffany. Aku janji.”
Tiffany agak tercengang mendengar jawaban dari Donghae. Ia pun mengangguk dan tersenyum pada Donghae. “De. Aku tahu itu. Lagipula ada dua perempuan dan dua ah maksudku tiga laki-kaki yang mengikutiku kemanapun aku pergi. Siapa yang berani melukaiku kalau begitu? Hehe..”
Perlahan raut tegang di wajah Donghae menghilang dan berganti menjadi senyum. “Sekarang tidurlah. Aku akan menjagamu.”
“De.”
Tiffany berbaring dan Donghae menarik selimut untuk menutupi tubuh Tiffany sampai batas leher. Sementara Tiffany mulai memejamkan mata, Donghae duduk memperhatikannya di samping tempat tidur. Ia tetap berada di tempat itu sampai Tiffany benar-benar terlelap.
“Mimpi indah. Aku pasti akan menjagamu.” Batin Donghae. Ia kemudian mematikan lampu dan keluar dari kamar. Seperti janjinya, ia menunggu di luar kamar Tiffany untuk menjaganya.
&&&&&
“Agen Kim.” Panggil Seohyun saat berpapasan dengan Yu Jin.
“De? Ada apa Agen Seo? Kenapa kau terlihat cemas?”
“45 menit lagi Nona Tiffany harus ke kampus. Tapi aku tidak melihat Ketua Lee dari tadi. Kau bertemu dengannya?”
Yu Jin sedikit tercengang mendengarnya. Ia baru menyadari hal itu. Wajar, tidak biasanya Donghae bersikap seperti ini. Donghae selalu tepat waktu. Ia akan mempersiapkan segalanya, termasuk memberi intruksi pada para pengawal dua jam sebelum Tiffany berangkat.
“Tidak. Apa kau sudah mencoba menghubunginya lewat radio?”
“Aku sudah mencobanya tapi tidak ada ja..” ucapan Seohyun terhenti saat ia melihat sosok Donghae bersama Yonghwa beberapa langkah di belakang Yu Jin. Ia membungkuk memberi salam, hingga Yu Jin ikut tersadar dan melakukan hal yang sama.
“Kita tidak punya banyak waktu. Agen Kim dan Agen Seo, segera siapkan semua kebutuhan nona di dalam. Agen Jung, ikut aku.”
Seohyun Dan Yu Jin sempat saling berpandangan sebelum mengangguk pada Donghae. Setelahnya Donghae berlalu dengan Yonghwa mengikutinya di belakang. Tapi Seohyun sempat menahan Yonghwa. “Ada apa? Kenapa Ketua Lee bersamamu?”
“Tidak ada. Aku tidak sengaja lewat di depan kamar nona Tiffany. Kulihat Ketua Lee bersandar di dinding dalam keadaan tertidur jadi aku membangunkannya.”
“Apa??” kaget Yu Jin dan Seohyun bersamaan. Membuat Yonghwa memandang keduanya dengan aneh. Seohyun pun berdehem untuk menutupi malunya sementara Yu Jin terlihat tidak peduli dan malah bergumam ‘ini aneh’.
“Agen Jung.” Panggil Donghae begitu menyadari Yonghwa masih ‘mengobrol’ dengan Yu Jin dan Seohyun. Tanpa banyak kata lagi Yonghwa menyusul Donghae.
“Apa aku tidak salah dengar?” gumam Seohyun selagi ia dan Yu Jin menuju kamar Tiffany. Ya, hal ini aneh bagi kedua agen tersebut. Karena memang sebelumnya Donghae tidak pernah seperti ini.  Dan lebih lanjut lagi, mereka penasaran kenapa Donghae bisa tertidur di depan kamar  Tiffany.
“Nona.” Panggil Yu Jin di sela ia mengetuk pintu. Tapi tidak ada jawaban yang terdengar.
“Apa nona masih tidur?” tebak Seohyun.
“Mungkin saja. Apa menurutmu sebaiknya kita masuk?”
“Tidak ada jalan lain. Nona akan marah jika ia tidak bisa mengikuti kelas. Tunggu disini, aku akan mencari kepala pelayan untuk meminta kunci cadangan.” Tanpa menunggu jawaban dari Yu Jin, Seohyun berlari kecil menuruni anak tangga menuju dapur.
“Ini aneh..sungguh.” gumam Yu Jin lagi saat ia telah sendiri. Baru ia mau memikirkan alasan yang masuk akal, terdengar suara bising dari radionya.
“Ini Falcon. Phoenix baru saja memberiku perintah untuk mengosongkan jalan menuju kampus Alexandrite.”
“Iya, tentu kita harus mengosongkan jalan. Kita tidak punya banyak waktu untuk menaati lalu lintas.”
“Apa yang terjadi?” Dari nada bicara Seung Hyun, Yu Jin menebak kalau Seung Hyun telah menangkap maksudnya. Seung Hyun sama curiganya dengan Yu Jin.
“Dragon melihat Phoenix tertidur di depan kamar Alexandrite. Mungkinkah mereka semalam bersama?”
“Itu bisa sa.. Kita bahas nanti. Phoenix menghampiriku.”
“Ehm. Leopard juga sedang kemari. Bye.” Yu Jin mematikan radionya dan mengembalikan ke saku kirinya. Ia bergesar beberapa langkah untuk memberi Seohyun cukup ruang untuk membuka pintu.
“Aku akan menyiapkan baju dan buku-buku nona.” Kata Yu Jin memutuskan agar mereka tidak banyak membuang waktu.
“De. Aku akan menyiapkan air dan membangunkan nona.” Jawab Seohyun yang kemudian segera berlari ke toilet dalam kamar tersebut.
&&&&&
Setelah teriakan nyaring dari Tiffany, setelah hentakan kaki terburu-buru dari Yu Jin dan Seohyun, dan setelah berbagai aksi bingung lainnya, akhirnya Tiffany telah siap untuk berangkat. Ia dikawal Yu Jin dan Seohyun keluar dari kamar.
“Nona, hari ini nona ingin memakai mobil apa?” tanya Seohyun yang hampir lupa pada hal tersebut.
“Itu..yang berwarna merah..aku tidak tahu namanya.. Pokoknya yang berwarna merah dan larinya cepat.”
Seohyun melirik Yu Jin seolah berkata ‘apa kau tahu yang dimaksud nona?’. Dan Yu Jin mengendikkan bahunya dan bergumam ‘hampir sepertiga koleksi mobil nona berwarna merah dan memiliki kecepatan tinggi’. Seohyun teringat pada Yonghwa yang ia rasa memiliki cukup pengetahuan mengenai otomotif. Ia lantas menghubungi lewat radionya.
“De, disini Jung..rr..maksudku Dragon.”
Seohyun memutar bola matanya “Ini Leopard. Siapkan mobil untuk Alexandrite. Sesuatu yang berwarna merah dan memiliki kecepatan tinggi.”
“A..apa? Tapi kemarin kulihat banyak mobil merah dan lagi, semua mobil nona memiliki kecepatan di atas kecepatan mobil umum di Korea. Semua mobil nona keluaran dari luar dan..”
Tut. Seohyun memutus sambungan radionya dengan Yonghwa. Ia tidak peduli dengan ocehan Yonghwa karena ia yakin setidaknya Yonghwa bisa memilih mobil yang tidak terlalu meleset dari keinginan Tiffany.
“Apa Agen Jung bisa diandalkan?” bisik Yu Jin agak ragu. Seohyun hanya mengangguk dan tersenyum seadanya.
&&&&&
“Ketua Lee.” Donghae berbalik, Seung Hyun telah berdiri di belakangnya. “Saya telah meminta kepolisian untuk mengosongkan jalan untuk nona. Tapi karena terlalu mendadak, polisi tidak dapat mengalihkan jalur terlalu lama. Kita hanya memiliki waktu sekitar dua puluh menit.”
Donghae mengangguk “Tidak apa-apa. Kita bisa sampai dalam waktu lima belas menit dengan Jaguar atau Ascari. Ikut aku, kita siapkan mobilnya.”
“A..apa? Tidak, Ketua. Saya bisa menyiapkan sendiri. Atau mungkin saya akan meminta bantuan Agen Jung.” Seung Hyun terlihat agak terkejut. Donghae adalah ketua pengawal. Tugasnya hanyalah memberi intruksi dan mengawasi para agen bawahannya. Tapi kali ini Donghae bersedia turun tangan sendiri. Walaupun mereka terburu-buru, tapi ini bukan masalah serius jadi menurut Seung Hyun Donghae tidak perlu bertindak sampai begini.
“Kita tidak punya banyak waktu. Agen Jung sedang menyiapkan mobil untuk nona. Kalau kau menyiapkan sendiri kita butuh waktu ekstra.” Donghae berjalan cepat menuju ruang mobil untuk para pengawal keluarga istana, termasuk pengawal Tiffany.
“Ini aneh.” Batin Seung Hyun sebelum akhirnya menyusul Donghae.
&&&&&
Yonghwa melihat ke sekelilingnya dan kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Gadis itu bercanda? Semua mobil disini memiliki mesin luar biasa.”
Yonghwa berjalan perlahan dan mengamati setiap mobil berwarna merah dengan lebih seksama. “Jaguar.. Lamborghini.. Ferrari.. Pagani Zonda.. Aish, kenapa semua mobil gila ini ada disini?!”
“Astaga.” Yonghwa sedikit terkejut karena suara di radionya. “De, Ju..Dragon disini.”
“Ini Leopard. Apa mobilnya sudah siap? Lima menit lagi Alexandrite sampai di halaman.”
“Rr..itu..aku..aku tidak tahu mobil mana yang harus..”
“Yah!” Yonghwa tersentak kaget karena Seohyun setengah membentaknya. Ia juga mendengar suara helaan nafas dari Seohyun, mungkin Seohyun tersadar kalau ia tidak boleh melakukan itu.
“Siapkan segera mobil untuk  Alexandrite. Sekarang.” Seohyun mencoba berbicara senormal mungkin tapi Yonghwa jelas bisa menangkap kalau agen itu sedang menahan emosinya. Bahkan ia bisa membayangkan ekspresi Seohyun saat ini. Ya, meskipun mereka baru mengenal sehari tapi ia mengingat dengan jelas raut wajah Seohyun setiap kali bicara dengannya.
“Me..mengerti.” Yonghwa buru-buru mematikan radionya. Merinding karena suara Seohyun cukup mengerikan baginya. Ia kembali mengamati mobil yang terparkir rapi di ruang itu. Langkahnya terhenti saat ia menangkap mobil merah darah yang berada di samping Porsche biru.
“Aigoo..tentu saja ini, bodoh! SSC Ultimate Aero. Mesin twin-turbo v8 dengan 1183 hp. Kecepatannya lebih dari 250 mph, atau 0-60 per detik.”
Yonghwa mengusap kap mobil mewah itu dengan senyuman lebar. “Aigoo..kau beruntung bisa melihat dan bahkan menyentuh mobil mewah seperti ini, Jung Yonghwa.”
Puas mengagumi mobil itu selama beberapa detik, Yonghwa lalu memeriksa keadaan mobil. Entah karena memang dirawat dengan baik atau memang dasarnya mobil mahal, semuanya masih dalam keadaan ‘memuaskan’.
“Huft..jinca.. aku tidak pernah menyangka akan menaiki mobil luar biasa ini setelah menaiki Aston Martin kemarin.” Dengan begitu, Yonghwa membawa mobil tersebut menuju halaman depan.
&&&&&
Yu Jin dan Seohyun kembali terheran lagi saat mereka melihat Donghae turun dari salah satu Jaguar yang akan mereka kendarai nantinya. Sama herannya dengan Seung Hyun beberapa menit lalu. Yu Jin mengernyitkan alisnya pada Seung Hyun. Tapi Seung Hyun hanya menggeleng, ia sendiri tidak tahu ada apa dengan Donghae.
“Omo!” Ucap Tiffany mengalihkan perhatian keempat agen disana. Begitu Yonghwa turun dari mobil, Tiffany menghampirinya. “Kau yang diminta Seohyun tadi?”
Yonghwa membungkuk sebelum menjawab pertanyaan Tiffany. “De, Nona. Apa saya salah membawa mobil?”
“Tidak tidak. Kau benar sekali. Ini mobil yang kumaksud. Kau hebat sekali bisa tahu maksudku.” Tiffany tersenyum senang pada Yonghwa yang dibalas bungkukan terima kasih. Tiffany kemudian masuk ke mobil. Yonghwa  bermaksud menutup pintu mobil tapi Donghae mendahuluinya.
“Kita berangkat.” Kata Donghae dengan nada aneh. Ia melihat ke arah Yonghwa beberapa saat. Dari tatapannya, Yonghwa merasa Donghae ingin mengumpat padanya. Ia buru-buru menyingkir dari samping mobil untuk memberi jalan pada Donghae. Pemandangan ini lagi-lagi membuat Yu Jin, Seung Hyun, dan Seohyun keheranan.
&&&&&
“Wow..jalanan sepi sekali hari ini. Apa hari ini hari libur?” tanya Yonghwa begitu mobil mereka meluncur di jalanan.
“Nona tidak akan ke kampus kalau ini hari libur.” Jawab Seohyun agak malas.
“Benar juga. Lalu kenapa bisa begini? Memangnya presiden mau lewat?” gumam Yonghwa tanpa pikir panjang. Seohyun menoleh ke arahnya dan menggeleng tidak percaya.
“Kenapa?” tanya Yonghwa sedikit ngeri pada tatapan Seohyun.
“Presiden tidak akan lewat. Putrinya lah yang saat ini sedang lewat, Agen Jung.”
Butuh lima detik bagi Yonghwa untuk menyerap perkataan Seohyun. Ia lantas menepuk dahinya sendiri dan tersenyum bodoh pada Seohyun. “Aku lupa kalau aku adalah pengawal nona Tiffany. Hehe..”
“Tsk. Tambah kecepatan, kita tidak boleh terlalu jauh dari mobil nona.”
“Apa tidak apa-apa? Nanti polisi bisa memeberi kita surat tilang kalau..” Yonghwa mengatupkan bibirnya saat Seohyun kembali menatapnya dengan garang.
“Rr..mana mungkin polisi menangkap rombongan putri presiden..jadi pasti tidak apa-apa.” Lanjutnya sebelum menginjak gas lebih dalam.
“Aigoo..aku bisa gila.” Batin Seohyun saat ia memandang keluar jendela. Ia kemudian teringat pada sesuatu.
“Agen Jung, kau sepertinya tahu banyak tentang otomotif.”
“Ah..tidak juga.” Yonghwa tertawa malu. “Ayahku seorang pembalap dulu. Ia yang mengenalkanku pada dunia otomotif sampai aku akhirnya lumayan tahu tentang hal-hal seperti itu.”
“Oh.” Jawab Seohyun singkat.
“Apa kau tidak mau bertanya kenapa aku tidak menjadi pembalap juga?”
“Tidak.”
“Kenapa? Banyak orang yang bertanya begitu padaku setelah mendengar cerita ini. Mereka selalu..”
“Karena aku tidak tertarik.” Potong Seohyun kemudian menghadap ke luar jendela lagi. Sedangkan Yonghwa hanya bisa tersenyum kecut.
&&&&&
“Maafkan aku, nona.” Sesal Donghae pad Tiffany.
“Kenapa oppa memanggilku nona lagi? Kita kan hanya berdua di mobil ini, oppa.”
“Maaf. Karena saya semuanya jadi berantakan. Nona terlambat dan..”
“Ah oppa ini bicara apa? Ini salahku sendiri. Seharusnya aku tidak begadang karena menonton film itu. Lagipula aku belum terlambat. Ini semua karena lima pengawalku yang hebat!” Tiffany bertepuk tangan untuk memuji para pengawalnya. Tapi Donghae malah merasa semakin bersalah.
“Tidak nona. Seharusnya saya tidak tertidur dan akhirnya membuat semuanya kacau.”
“Oppa ini berlebihan. Tidak ada yang kacau. Ini justru seru. Sekali-kali mengalami hal seperti ini juga menyenangkan. Hehe..”
“Maaf nona.”
“Oppa, kenapa memanggilku nona lagi?! Aku akan benar-benar marah padamu kalau seperti ini. Huh.” Tiffany melipat kedua tangannya di dada dan memasang tampang cemberut.
“Maaf no..”
“Oppa!”
“Rr..maaf Tiffany.”
“Nah, itu terdengar lebih baik.” Tiffany tersenyum puas. Perlahan Donghae juga ikut tersenyum.
“Aku yang seharusnya minta maaf. Gara-gara aku oppa kurang tidur. Oppa pasti sangat lelah. Kenapa oppa tidak tidur saja di sofa kamarku semalam? Kenapa malah berdiri di luar?”
“Mana boleh aku tidur di kamarmu. Itu melanggar sopan santun.”
“Sopan santun?” Tiffany terkekeh “Ini 2011 Donghae oppa. Apa hal kuno seperti itu masih hidup?”
Donghae tertawa kecil. “Kau ini, Tiff. Tentu saja masih ada. Apalagi bagi bawahan sepertiku ini.”
“Eeii..oppa jangan mulai lagi.”
“Baik, tuan putri.” Canda Donghae yang disambut tawa Tiffany. Mereka terdiam beberapa saat sampai Tiffany memulai pembicaraan lagi.
“Aku penasaran dengan akhir film itu. Bagaimana nasib pembunuh itu ya nantinya?” Donghae mengerling pada Tiffany. Di pikirannya sekarang terlintas sebuah ide untuk memberi kejutan pada Tiffany. Tak tahu kenapa ia melakukan hal seperti ini, padahal dulu ia selalu bisa menahan perasaannya.
&&&&&
“Ini hanya perasaanku atau..”
“Tidak. Aku juga merasa begitu.” Potong Seung Hyun masih berkonsentrasi mengemudi.
“Aah.. Ia tertidur di depan kamar nona. Menyiapkan mobil untuk bawahannya sendiri. Dan bertingkah aneh saat Agen Jung hendak membukakan pintu untuk nona. Ada apa dengannya?”
“Tadinya aku juga berpikir ini tidak masuk akal. Tapi sekarang aku justru berpikir ini sangat amatlah wajar.”
“Maksudmu?”
“Apa yang aneh dari perasaan laki-laki pada seorang perempuan, Yu Jin?”
“Perasaan..tunggu dulu. Jelaskan padaku Seung Hyun. Ini tidak masuk akal bagiku.”
“Ini sangat masuk akal. Kita yang bodoh karena tidak menyadarinya selama ini. Ketua Lee memiliki perasaan khusus pada nona. Ia mencintai nona.”
Yu Jin memasang tampang tidak percaya seolah Seung Hyun sedang berkata bahwa ayam bisa terbang setinggi pesawat.
“Ketua Lee juga seorang laki-laki biasa, Yu Jin. Ia bisa jatuh cinta pada siapapun sekalipun ia agen handal. Ditambah lagi, mereka berdua memiliki hubungan yang istimewa dari kecil. Jika aku berada di posisinya, sudah pasti aku jatuh cinta pada nona.”
“Kau..yakin? Ini masih terdengar aneh bagiku, Seung Hyun.”
“Seratus persen. Aku juga laki-laki. Aku bisa menangkap tatapan cemburu di matanya tadi.”
“O..oke. Anggap ia memang mencintai nona. Tapi bagaimana mungkin kita baru menyadarinya sekarang? Bagaimana mungkin ia  baru menunjukkan perasaannya sekarang? Bagaimana mungkin ia sanggup menutupi perasaannya selama ini?”
Seung Hyun menoleh pada Yu Jin dan tersenyum sinis. “Itulah bodohnya kita. Ketua Lee memang baru bertingkah aneh pagi ini. Tapi bukan berarti ia tidak pernah menunjukkan perasaannya sebelum ini.”
“Huh?”
“Coba pikir, ia selalu bersikap protektif pada nona. Oke, kita memang pengawalnya dan Ketua Lee memiliki tanggung jawab paling besar terhadap nona. Tapi tidakkah sikapnya selama ini sedikit berlebihan jika dinilai sebagai ketua pengawal?” Yu Jin mencoba memahami penjelasan Seung Hyun. Ia mengangguk masih agak ragu.
“Kita lihat saja nanti. Apakah ia bisa menunjukkan sesuatu untuk meyakinkan kita tentang analisa ini.”
“Ehm. Tentu. Aku juga berharap ini benar meskipun bagiku ini masih terdengar janggal.”
“Akan sangat menguntungkan kita jika ini benar, Yu Jin.” Seung Hyun menoleh lagi pada Yu Jin dan keduanya saling tersenyum licik.
“Ya, tentu saja. Kita bisa memanfaatkan situasi seperti ini.”
&&&&&
Hampir tepat seperti yang diperkirakan Donghae, mereka sampai di kampus tujuh belas menit kemudian. Mereka memasuki gedung kampus sedikit terburu-buru. Sampai di kelas, Donghae mengawal Tiffany sendiri dan yang lain berjaga di luar. Tapi tak sampai tiga langkah, Donghae kembali keluar.
“Siapkan DVD ‘The Murderer’.” Perintahnya pada Yonghwa dan kemudian kembali masuk sebelum Yonghwa sempat bertanya.
“DVD? Apa?” bingung Yonghwa. Begitu pula dengan Seohyun, Yu Jin, dan Seung Hyun.
“The Murderer? Untuk apa Ketua Lee memintamu membelikan DVD itu?” tanya Seohyun pada Yonghwa. Ia lupa pada siapa ia bertanya dan akhirnya mendengus kesal. “Apa yang kau tunggu, Agen Jung?”
“Apa? Maskdumu aku harus membelinya? Kenapa harus aku? Aku tidak tahu di sekitar sini ada toko DVD.”
“Karena ini perintah Ketua Lee untukmu. Lagipula kau punya kaki untuk..” Seohyun menarik nafas panjang. Ia hampir terbawa emosi lagi. “Maksudku adalah kau bisa mencarinya bukan? Tidak mungkin tidak ada toko DVD di sekitar sini.”
“Kalau begitu temani aku.”
“Hah?”
“Kau sepertinya tahu daerah ini. Ini hari kedua bekerja, Agen Seo. Bagaimana kalau aku tersesat dan malah membuat kacau?” Seohyun mendengus. Ia ingin menolak permintaan Yonghwa tapi apa yang diucapkan Yonghwa cukup masuk akal. Yonghwa hanya akan membuat repot jika ia tersesat nanti.
“Agen Seo, kau mau kemana?” heran Yonghwa saat Seohyun bergerak dari tempatnya semula.
“Jangan membuang waktu, Agen Jung. Kau yang memintaku ikut membeli DVD.” Ujar Seohyun kemudian berjalan kembali. Yonghwa pun segera menyusulnya di belakang.
“Untuk apa Ketua Lee memintanya membeli DVD itu?” tanya Yu Jin pada Seung Hyun begitu mereka tinggal berdua.
“Kita lihat nanti. Aku sepertinya tahu untuk apa ia melakukan ini.”
&&&&&
Donghae berdiri di belakang seperti biasanya. Ia mengawasi Tiffany yang kali ini duduk di baris keempat, di samping seseorang yang Donghae ingat bernama Cho Kyuhyun. Persis, karena Kyuhyun menggeser bangkunya lebih dekat pada Tiffany dan mengajaknya mengobrol. Karena kelas yang masih ramai oleh obrolan mahasiswa lain, ia tidak bisa mendengar apa yang keduanya bicarakan. Tapi sekedar melihat sudah cukup membuatnya tersenyum kecut seperti kemarin.
&&&&&
“Kau menonton The Murderer semalam?” tanya Kyuhyun setelah menyapa dan ‘memuji’ kecantikan Tiffany.
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Tiffany berbalik heran.
“Yuri mengatakannya padaku pagi tadi. Apa kau suka filmnya?”
“Ehm. Film itu sangat keren. Rr..meskipun sedikit menyeramkan.” Tiffany bergidik ngeri. Membuat Kyuhyun terkekeh. “Tapi sayang aku tidak bisa melihatnya sampai selesai.”
“Wae? Kau tidak berani melihatnya?”
“DVD yang dipinjamkan Yuri itu rusak. Huh, padahal aku sangat penasaran pada akhir film itu.”
“Ah sayang sekali.” Kyuhyun ikut terlihat kecewa seperti Tiffany.
“Ceritakan padaku. Bagaimana nasib pembunuh itu akhirnya?”
“Hei..mana boleh seperti itu. Tidak seru kalau tidak melihat sendiri.”
“Ayolah, Kyuhyun.” Tiffany menunjukkan puppy eyes yang menjadi serangan anadalan untuk orang tuanya. Dan sepertinya itu juga memberi dampak pada Kyuhyun.
“Aigoo..jangan melihatku seperti itu.” Kyuhyun memalingkan wajahnya. Menunduk ke mejanya. “Kau membuat jantungku berdegup kencang sekarang.”
Tiffany ikut menunduk ke meja. Ucapan Kyuhyun juga membuat jantungnya berdegup kencang. Keduanya menjadi salah tingkah.
“Aish, kenapa jadi aneh begini?” Kyuhyun tertawa kecil. Tiffany menoleh pada Kyuhyun dan ikut tertawa.
“Kau..masih mau mendengar akhir film itu?” tawar Kyuhyun.
“Ah tidak. Kurasa kau benar. Sebaiknya aku melihatnya sendiri.”
“Tapi bukankah DVD itu rusak?”
Tiffany mengangguk “Tapi aku bisa membelinya nanti setelah dari kampus.”
“Ah..benar juga. Baiklah kalau begitu.” Gumam Kyuhyun seperti menemukan ide cemerlang.
“Apa? Aku tidak dengar.”
“Bukan apa-apa. Profesor sudah datang. Annyeong.” Kyuhyun melambai singkat dan dibalas Tiffany dengan senyum.
“Annyeong.”
&&&&&
Sekitar pukul satu siang, Tiffany keluar dari kelas dengan dikawal Donghae. Tiffany terlihat agak kecewa karena Kyuhyun keluar kelas begitu saja tanpa menghiraukannya.
“Ada apa, nona?” tanya Donghae meskipun ia sudah tahu apa sebabnya. Tiffany hanya menggeleng. Mereka kemudian bertemu dengan Yu Jin dan Seung Hyun yang menunggu di luar.
“Kemana Seohyun dan Yonghwa?” heran Tiffany.
“Mereka menunggu di mobil, nona.” Jawab Seung Hyun. Ia merasa perlu menyembunyikan bagian ‘Donghae menyuruh keduanya membeli DVD’ dari Tiffany.
“Mereka belum kembali?” Yu Jin dan Seung Hyun memberi gelengan pada Donghae sebagai jawaban.
“Tumben.” Gumam Tiffany. “Ayo kita pulang.”
“De, nona.” Jawab ketiga pengawal hampir bersamaan.
&&&&&
Yonghwa dan Seohyun turun dari mobil tepat saat Tiffany keluar dari gedung. Yonghwa berjalan mendekat pada Donghae dan memberikan bungkusan biru muda pada Donghae. Ya, Seohyun meminta pelayan toko untuk membalut DVD  itu dengan kertas biru muda meskipun ia tidak tahu kenapa. Hanya sekedar menuruti feeling-nya.
Donghae tersenyum ketika menerima bungkusan itu. Ia segera menyembunyikan benda itu di balik punggungnya agar Tiffany tidak melihatnya. Rencananya, ia akan memberikannya nanti setelah di dalam mobil.
Donghae lantas membukakan pintu mobil untuk Tiffany. Baru Tiffany akan melangkah masuk, ia mendengar seseorang memanggil namanya.
“Kyuhyun? Ada apa?” heran Tiffany pada Kyuhyun yang sedang mengatur nafasnya yang tersengal. Kyuhyun hendak berjalan mendekat ke arah Tiffany tapi Yu Jin dan Seung Hyun kompak mengahalanginya.
“Tidak apa-apa, ia temanku.” Kata Tiffany. Yu Jin dan Seung Hyun menoleh pada Donghae untuk meminta persetujuan. Donghae mengangguk dengan setengah hati. Yu Jin dan Seung Hyun lantas menyingkir untuk memberi jalan pada Kyuhyun.
“Ada apa? Apa ada hal penting?” Tiffany mengulang pertanyaannya pada Kyuhyun. Kyuhyun masih berusaha mengatur nafasnya.
“Aku ingin memberikan sesuatu padamu.” Ujar Kyuhyun dengan senyum mengembang di wajahnya yang terlihat lelah.  Ia membuka tas punggungnya dan mengeluarkan sesuatu berbungkus merah muda.
“Ini.” Kyuhyun menyerahkan bungkusan itu pada Tiffany. Tiffany mengerling tidak mengerti.
“Apa ini?”
“Buka saja. Kau akan tahu.” Tiffany mengangguk. Ia membuka beberapa selotip yang melekatkan kertas bmerah muda itu.
“Uwaa! The Murderer!”
Mendengar kata itu, semua pengawal tersentak. Yonghwa mendelik kaget. Seohyun mengerutkan kening. Yu Jin dan Seung Hyun saling berpandangan. Dan Donghae..menatap DVD di tangan Tiffany dengan ekspresi datar.
“Itu untukmu.”
“Untukku? Jinca? Kau membelikan ini untukku?”
Kyuhyun mengangguk dan menghela nafas lega. “Aku pikir aku terlambat. Untunglah kau belum pulang.”
“Jadi kau terburu-buru tadi karena membeli ini? Aigoo..Kyuhyun-ah. Kau pasti lelah.”
“Tidak. Aku hanya berlari sedikit tadi. Apa kau senang?”
“Tentu.” Tiffany tersenyum lebar sambil menimang-nimang DVD pemberian Kyuhyun. “Aku bisa menonton sampai selesai kalau begini. Terima kasih ya.”
“Ah itu bukan apa-apa. Aku senang melakukan sesuatu yang membuatmu senang.” kata Kyuhyun membuat pipi Tiffany bersemu.
“Sekali lagi terima kasih. Mm…aku harus pulang sekarang.”
“Ehm. Sampai jumpa besok.”
“Sampai jumpa.” Tak sampai berbalik, Tiffany kembali menghadap Kyuhyun. Ia memandangi wajah Kyuhyun yang penuh peluh.
“Ada apa?” heran Kyuhyun. Tiffany tidak menyahut. Ia mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan mengusap keringat di wajah Kyuhyun. Membuat jarak mereka di antara keduanya sangat dekat. Saat mereka saling bertemu pandang, mereka terdiam beberapa saat. Tiffany terlihat sangat gugup, apalagi saat Kyuhyun menahan tangan Tiffany.
“Jangan melakukan ini.” Kyuhyun menurunkan tangan Tiffany. “Karena ini membuat jantungku seperti ingin meledak.”
“Rr..annyeong.” Tiffany langsung berbalik dan masuk ke mobil. Ia tidak berani menatap Kyuhyun lagi karena ia takut akan menjadi semakin gugup.
“Annyeong.” Kyuhyun tersenyum pada Tiffany yang meliriknya sekilas. Ia beralih memandang sekitarnya yang sedari tadi menyaksikan kejadian dari awal.
“Memang harus seperti ini, Lee Donghae. Siapa kau berani berpikir Tiffany akan menerima sesuatu darimu?” Donghae menjatuhkan bungkusan biru muda di balik punggungnya. Kemudian berjalan melewati Kyuhyun dan menutup pintu mobil di sisi Tiffany. Ia lalu masuk ke sisi lainnya. Begitu juga dengan yang lain. Sempat mereka memandangi DVD yang tergeletak di dekat ban belakang mobil Tiffany sebelum akhirnya masuk ke mobil masing-masing. Tak lama, mobil mereka meluncur keluar area kampus.
Kyuhyun menatap rombongan itu sampai tidak terlihat lagi. Ia lalu menoleh pada bungkusan DVD yang tadi dijatuhkan Donghae. Ia menyeringai sebelum akhirnya menginjak benda itu sampai terdengar suara kepingan yang pecah.
&&&&&
“Kau lihat raut wajah Ketua Lee?” tanya Yonghwa pada Seohyun. Gadis itu mengangguk singkat. “Aku kasihan melihatnya. Pasti sangat menyakitkan.”
“Maksudmu?”
“Melihat gadis yang kau sukai dekat dengan laki-laki lain, apa menurutmu itu tidak menyakitkan, Agen Seo?”
Seohyun terdiam karena pertanyaan Yonghwa yang sebenarnya juga sama dengan di pikirannya selama ini. Ia selalu membantah pikiran itu karena menurutnya hal itu sangatlah konyol. Seorang Lee Donghae tidak akan pernah memiliki perasaan itu. Agen handal sepertinya tidak mungkin menyimpan perasaan itu pada orang yang harus ia lindungi. “Bagaimana kau bisa tahu?”
“Kalau Ketua Lee memiliki perasaan lain pada nona?”
“De. Kau baru di sini.. jadi bagaimana bisa?”
Yonghwa mengendikkan bahunya. “Saat aku melihat Ketua Lee menjemput nona di halaman istana kemarin. Mungkin karena aku juga laki-laki, aku bisa menangkap tatapan yang berbeda dari mata Ketua Lee.”
&&&&&
“Kau..benar. Kau benar, Seung Hyun.” Ucap Yu Jin masih tidak percaya. Sedangkan Seung Hyun tersenyum menang.
“Ehm. Kau tahu..kita sungguh beruntung.”
Tbc –

Tidak ada komentar:

Posting Komentar