Cast:
- Tiffany SNSD as Tiffany Hwang
- Donghae SJ as Lee Donghae
- Seohyun SNSD as Seo Joohyun / Seohyun
- Yonghwa CN Blue as Jung Yonghwa
- TOP BigBang as Choi Seung Hyun
- UEE After School as Kim Yu Jin
- Kyuhyun SJ as Cho Kyuhyun
Length: chapters
Author: @Leeyaaaa
Genre: romance
Rate: PG 13
Note: aku males bikin poster *pletak* bikinin dong sai, hehe.. Aku juga males ngedit..maap ya kalo byk typo lagi *ditendang
“Aish..dimana benda sial itu..”
Yonghwa mengaduk-aduk isi lokernya tanpa berhenti menggerutu. Berkali-kali ia memeriksa saku rompi di dalam loker tersebut. Ia kebingungan karena radionya hilang entah kemana. Seingatnya, setelah mengantar pulang Tiffany dari kampus, radio tersebut masih dibawanya. Bahkan setelah ia dari toilet, ia yakin masih melihat radio itu. Hanya saja Yonghwa tidak ingin dimana ia melihatnya. Dan sekarang barulah ia sadar kalau benda itu hilang di saat akan menyimpan kembali peralatan tugasnya di ruang penyimpanan.
Tidak menemukan, Yonghwa pun mencari ke ruangan lain. Pertama di toilet, kemudian di dapur, kamar tidur, bahkan sampai di gudang. Sayangnya, ia tidak juga menemukan radio itu. Dan kini, Yonghwa tengah menelusuri lorong di sepanjang lantai dua istana.
“Kalau sampai radio itu tidak ketemu juga maka Ketua Lee pasti akan membunuhku..aish.” Yonghwa berjalan sambil membungkuk. Ia tengah memeriksa di sela-sela guci pajangan. Pikirnya, mungkin radio itu terjatuh di sekitar situ. Karena tidak melihat ke depan, tidak sengaja Yonghwa menabrak seseorang dengan keras hingga keduanya terpental mundur.
“Aigoo…” keluh gadis yang ditabrak Yonghwa. Yonghwa buru-buru berdiri begitu mendengar suara gadis itu.
“Agen Seo!” Yonghwa menghampiri Seohyun dan berniat membantunya berdiri. Tapi Seohyun justru menangkis tangan Yonghwa dengan radio miliknya. Seohyun yang saat itu rambutnya sedang diurai, terlihat berantakan karena wajahnya tertutupi rambut panjangnya. Membuat Yonghwa agak ngeri karena menurutnya Seohyun mirip tokoh hantu dalam film yang dulu sering dilihatnya.
“Sudah kubilang semua pengawal dilarang melakukan kontak fisik. Apa kau lupa, Agen Jung?” ketus Seohyun sebelum bangkit berdiri. “Dan tolong, apa tidak bisa kau berjalan pakai mata?”
“Dimana-mana berjalan dengan kaki.” Gumam Yonghwa dengan tampang polos. Ia langsung menutup mulut karena Seohyun melotot padanya. “Maaf, Agen Seo. Aku tidak tahu kalau kau ada di depanku. Aku..”
“Apa yang kau lakukan disini? Kenapa tidak ikut mencari nona?”
“Aku tidak ikut karena.. Apa? Mencari nona? Memang nona kemana?”
Seohyun menatap Yonghwa tidak percaya “Nona kemana? Itu juga yang sedang kami pertanyakan. Nona tidak ada di kamarnya, makanya..tunggu dulu. Kau tidak tahu nona hilang?”
“Apa?! Nona hilang?!” Tampang Yonghwa menjadi panik sementara Seohyun mendelik sekali lagi.
“Yah!” Seohyun hampir kelepasan mengumpat pada Yonghwa. Ia berdehem untuk menutupi kekesalannya. “Bagaimana kau bisa tidak tahu nona hilang?”
“Radioku hilang. Karena itulah aku sekarang sedang mencarinya. Apa kau..”
“Yah!”
“…melihatnya?”
“Aish! Kau ini bodoh atau apa?! Bagaimana bisa kau menghilangkan barang sepenting itu?!”
Yonghwa menelan ludah. Seohyun yang sedang meneriakinya sekarang berkali-kali lebih menyeramkan dibandingkan Seohyun yang biasanya sekedar ketus padanya.
“Kalau benda itu jatuh ke tangan orang tidak bertanggung jawab maka kau bisa membahayakan keselamatan nona Tiffany!”
“K..kenapa..kau sangat marah?”
“Yah! Jung Yonghwa! Kau benar-benar..” Seohyun menarik nafas panjang beberapa kali. Ia mengelus dada dengan tangan yang masih menggenggam radio.
“Agen Jung.” Seohyun mencoba meredam amarahnya. Nada bicaranya kembali seperti biasanya. “Sekarang juga cari nona Tiffany.”
“Ta..tapi..”
“Dan..” potong Seohyun masih mencoba menahan amarahnya. “..kalau sampai radiomu itu tidak ketemu, maka besok aku akan melaporkan pada Ketua Lee.” Seohyun lalu berjalan kembali untuk mencari Tiffany.
“Agen Seo! Jadi aku harus mencari nona Tiffany dulu atau radio dulu?” Seohyun berbalik dan menatap Yonghwa seakan hendak menelannya. Membuat Yonghwa bergidik ngeri.
“A..aku akan mencari keduanya.” Ucap Yonghwa disertai senyum ketakutan. Ia segera berjalan dengan arah yang berlawanan dengan Seohyun. “Gadis itu sangat mirip Sadako..hrr.”
&&&&&
Seung Hyun berjalan sambil mengamati sekitarnya. Sama seperti Seohyun, ia juga sedang mencari Tiffany. Sekitar setengah jam lalu, Donghae memberitahu para pengawal bahwa Tiffany tidak ada di kamar saat ia berjaga.
Seung Hyun mencari di sisi barat istana, di sekitar lorong yang membatasi bangunan utama dengan taman samping. Di balik pohon tua, dari kejauhan ia melihat bayangan kaki seseorang. Karena hanya ada cahaya dari lampu taman yang tidak terlalu terang, ia sedikit kesulitan untuk melihat siapa orang tersebut. Ia mendekat beberapa langkah dan menyipitkan matanya. Dari postur tubuhnya, ia yakin kalau itu adalah Tiffany yang sedang duduk bersandar. Seung Hyun memijit tombol di radio, hendak melaporkan pada Donghae bahwa ia menemukan Tiffany. Namun suara Donghae mendahuluinya.
“Ini phoenix. Aku sudah menemukan Alexandrite. Jam tugas sudah selesai, kalian boleh kembali ke ruangan kalian.”
Seung Hyun melihat ke sekitarnya, muncul sosok Donghae yang sedang berjalan mendekati Tiffany dengan radio masih di tangannya.
“Mengerti.” Jawab Seung Hyun. Ia mundur perlahan, menyembunyikan dirinya di balik pilar bangunan. Ia menyeringai begitu terlintas sebuah ide di otaknya.
“Ini malam keberuntunganmu, Lee Donghae.” Batin Seung Hyun kemudian berlalu dari tempat itu.
&&&&&
Mendengar Tiffany telah ditemukan, Seohyun kembali ke kamarnya. Disana ia melihat Yu Jin yang sepertinya tengah bersiap untuk pergi. Ya, mereka berdua memang berbagi kamar. Sama seperti Seung Hyun dan Yonghwa.
“Mau kemana, Agen Kim?” tanya Seohyun.
Yu Jin melirik Seohyun sambil memakai mantelnya. “Ada urusan dengan seseorang.”
“Seohyun-ah, jam tugas kita sudah selesai dari tadi. Kau tidak perlu bersikap formal begitu padaku.” Tambah Yu Jin diikuti senyum (yang terlihat) ramah.
“Ah iya. Maaf. Urusan apa, unnie?”
Senyum ramah Yu Jin kini terlihat sinis. Ia menyambar tasnya sebelum melihat pada Seohyun. “Seperti yang kukatakan Seohyun. Jam tugas kita sudah selesai, aku hanya ingin menyelesaikan masalah pribadiku. Kau..sepertinya tidak perlu tahu.”
Seohyun menatap Yu Jin agak curiga. Beberapa kali ia melihat Yu Jin keluar di malam hari saat ia hampir tertidur. Baru sekarang ia sempat menanyakannya pada Yu Jin tapi Yu Jin sepertinya tidak mau memberikan jawaban yang ingin ia ketahui.
“Ah, baiklah.” Balas Seohyun dingin.
Yu Jin juga ikut menatap Seohyun dengan dingin sebelum akhirnya memberikan gadis itu senyum (yang terlihat) ramah. “Aku hanya akan bersenang-senang. Bye, Seohyun.”
Seohyun mengamati Yu Jin sampai gadis itu menghilang di balik pintu. Ia pun ikut keluar, berniat mengikuti Yu Jin, tapi justru bertabrakan dengan seseorang di dekat pintu kamarnya.
“Aigoo..” Seohyun mengusap pantatnya yang terasa perih karena jatuh untuk kedua kalinya. Ia tidak menyadari kalau yang menabraknya adalah orang yang sama dengan sebelumnya.
“Kau tidak apa-apa?”
Seohyun mendongak dan langsung mendengus begitu melihat Yonghwa di depannya. Ia menangkis tangan Yonghwa yang hendak membantunya berdiri, persis seperti sebelumnya. Yang berbeda adalah Seohyun tidak memarahi Yonghwa tapi justru berjalan meninggalkannya. Ia merasa mengikuti Yu Jin lebih penting dibandingkan berurusan dengan Yonghwa. Tapi Yonghwa menganggap hal itu sebagai tanda bahwa Seohyun marah padanya. Ia pun ikut mengikuti Seohyun.
“Agen Seo, aku sungguh tidak sengaja. Apa kau marah padaku?” Yonghwa berusaha menjajari langkah Seohyun. Seohyun tidak menggubris pertanyaan Yonghwa. Ia malah sibuk menengok ke berbagai arah, mencari sosok Yu Jin yang tiba-tiba menghilang.
“Agen Seo, sungguh aku minta maaf.”
“Aish..kemana perginya?” batin Seohyun, masih meneliti sekitarnya.
“Agen Seo. Kau mencari siapa? Ketua Lee ya? Aigoo..jangan laporkan aku dulu. Aku pasti akan menemukan radio itu.”
Seohyun masih tidak menghiraukan keberadaan Yonghwa. “Apa Yu Jin tahu aku ingin mengikutinya?”
“Agen Seo..” Yonghwa mengguncangkan bahu Seohyun. Seohyun menoleh padanya dan menatapnya dengan heran.
“Agen Seo, aku mohon padamu.” Pinta Yonghwa dengan nada memelas.
“Huh?”
“Ayolah, Agen Seo. Aku mohon jangan laporkan aku, ya. Tolong..”
Seohyun menatap Yonghwa seolah berkata ‘Dasar makhluk aneh.’ Ia kembali melihat ke depan, berharap Yu Jin tiba-tiba muncul dan ia bisa mengikutinya. Tapi yang muncul di hadapannya justru seorang laki-laki yang setengah membungkuk, mata terpejam, dan dengan tangan yang ditelungkupkan di depan dahinya.
“Aku mohon, Agen Seo. Aku belum mau dipecat dari pekerjaan ini. Nanti apa kata orang tua dan tetanggaku.”
“Aish..apa yang dibicarakan anak ini?” gumam Seohyun kemudian berjalan meninggalkan Yonghwa. Sementara Yonghwa yang tidak tahu bahwa Seohyun telah pergi, tetap mempertahankan posisinya.
“Agen Seo..jangan laporkan pada Ketua Lee ya?” tanya Yonghwa lagi memastikan.
“Agen Seo?” Yonghwa membuka mata kirinya, sekedar mengintip.
“Eh? Agen Seo?” Yonghwa mengitarkan pandangan ke sekitar dan ia tidak menemukan siapapun selain dirinya sendiri.
“Kenapa aku sendirian disini?” bingung Yonghwa. Ia tiba-tiba merasa bulu kuduknya meremang. Bukan karena ‘makhluk lain’ sebenarnya, tapi karena udara malam yang dingin. Sayangnya Yonghwa berpikir terlalu jauh.
“Ja..jangan-jangan Seohyun itu memang sadako. Hrr..” Ia bergidik dan langsung berlari meninggalkan tempat itu.
&&&&&
“Tiff.”
Tiffany mendongak saat Donghae memanggilnya. Ia tersenyum pada laki-laki itu dan memintanya untuk duduk di sampingnya. “Hai oppa.”
“Sedang apa kau disini?” tanya Donghae setelah ia duduk. Donghae melihat buku gambar yang ada di pangkuan Tiffany.
“Hanya ingin keluar, oppa. Oppa kenapa bisa kemari?”
Donghae tertawa kecil. Pertanyaan yang dilontarkan Tiffany dengan raut wajah yang tak berdosa membuatnya merasa bodoh karena terlalu khawatir tadi.
“Karena kau ada disini.” Jawab Donghae dengan nada seperti sedang merayu.
“Eeii..” Tiffany tertawa. Ia lalu kembali melanjutkan aktivitas menggambarnya. Sketsa seorang laki-laki yang sedang menulis dari sudut pandang samping. Meski bagian wajahnya belum jadi, dari postur yang digambarkan Tiffany, Donghae tahu betul siapa lelaki itu.
“Itu siapa?” Donghae bertanya dengan harapan bahwa tebakannya salah.
“Rahasia.” Tiffany tersenyum jahil. “Aku hanya akan menjawabnya kalau oppa bernyanyi untukku.”
Donghae terdiam. Untuk apa ia melewati syarat demi sebuah jawaban yang sudah ia ketahui? Lebih tepatnya, untuk apa ia melakukan apa yang Tiffany minta demi sebuah jawaban yang tidak ia sukai.
“Bagaimana?” Tiffany mengarahkan pensilnya kepada Donghae. Ia memasang ekspresi meledek pada Donghae. Ia masih ingat terakhir kali Donghae menyanyi, saat mereka masih kecil. Saat itu kakek Donghae menghukumnya untuk membersihkan seluruh istana. Kenapa? Karena suara Donghae terlalu bising. Tiffany sendiri tidak bisa membedakan apakah Donghae bernyanyi atau sedang marah-marah saat itu.
“Oppa takut?” Tiffany menyikut Donghae dan berbisik “Chicken.”
Donghae tersenyum kecut. Bukan karena masalah menyanyi, tapi karena masalah sketsa di kertas itu.
“Ayo oppa, bernyanyilah. Aku rindu dengan nyanyian oppa yang membuatku sakit telinga itu. Hehe..”
“Hei..” Donghae tertawa kecil. Melihat wajah gadis yang dicintainya itu membuatnya seperti rela melakukan apapun. “Bagaimana kalau suaraku bagus? Apa aku akan mendapat hadiah?”
“Hadiah?” Tiffany menunjuk buku gambarnya dengan pensil.
Donghae menggeleng “Suaraku bagus atau tidak kau akan tetap memberi jawaban siapa yang sedang kau gambar itu. Aku mau hadiah kalau ternyata suaraku memang bagus.”
“De, ini hadiah dariku.” Tiffany menunjuk buku gamabrnya lagi. “Aku akan membuat sketsa oppa.”
“Hm..” Donghae memasang tampang tidak tertarik, sekedar untuk menggoda Tiffany.
“Ah oppa..ini hadiah eksklusif. Coba oppa ikut undian produk sabun mandi, mana ada yang menjanjikan hadiah sketsa khusus yang dibuat putri presiden.” Tiffany mengerucutkan bibirnya, seperti biasa saat ia merasa kesal.
“Hehe..tentu itu hadiah eksklusif.” Donghae mencubit pipi Tiffany karena gemas. “Hadiah yang sangat amat istimewa.”
“Aigoo..sakit oppa.” Tiffany mengusap pipinya yang baru saja dicubit Donghae. “Ayo cepat oppa bernyanyi.”
“Hm..kau ingin mendengarkan lagu apa?”
“Ah apa saja. Toh oppa akan menyanyikannya dengan fals.”
“Hei..”
Tiffany tersenyum polos sambil mengangkat jarinya yang membentuk huruf v. “Lagu apa ya.. Ah!”
“Jangan memintaku menyanyikan lagu kesukaanmu, Tiff.” Donghae menolak seperti ia sudah mengetahui isi pikiran Tiffany.
“Kenapa? Lagu itu sangat bagus oppa. Ou..Kang Shinwoo..malang sekali ia.”
“Hah, jadi benar kau ingin aku menyanyikan lagu itu?”
Tiffany mengangguk “Oppa tahu sendiri aku menyukai drama itu. Nyanyikan lagu itu oppa, ya ya ya?”
“Tidak mau. Lagu itu menggelikan menurutku.”
“Oppa!” Tiffany mengerucutkan bibirnya kembali. “Lagu itu sangat mengharukan. Apanya yang menggelikan, huh?”
“Fany-ah..” Donghae menggaruk kepalanya. Haruskah ia mengatakan hal itu? Bahwa ia tidak suka lagu itu karena ia merasa seperti disindir. “Lagu itu..mm..”
“Kenapa?”
“Lagu itu.. Baiklah aku akan menyanyikan lagu itu.” putus Donghae, memilih untuk tidak mengatakan alasannya dan pasrah bernyanyi.
“Nan pa..” Donghae berhenti padahal baru sepotong kata yang ia lantunkan. “Bagaimana kalau kau nanti menangis?”
“Tidak akan. Memangnya sebagus apa sih suara oppa.” Ledek Tiffany membuat Donghae masam.
Nan baboraseo geureongabwa
Apeuge haedo gwenchanheungabwa
Motnan sarangira nollyeodaedo
Eojjeolsu eomneun baboraseo
(I must be like this because I’m a fool
It seems alright even if I’m hurt
Even when I’m teased about my pitiful love
Because I’m a fool beyond help)
Tiffany terkejut mendengar suara Donghae yang jauh berbeda dari dugaannya. Jauh lebih merdu dibanding saat ia bernyanyi lagu wajib Korea saat kecil dulu.
Naega wonhae jalhaejwotdeongeol
Geugeotmaneuro haengbokhaetdeongeol
Hanbeonirado useojumyeon
Geu misoro haengbokhae
(I was good to her because wanted to be
I was happy with just that
If she smiles just once
I’m happy with that smile)
“Haruskah aku melanjutkannya?” Donghae merasa tidak nyaman dengan lirik lagu yang ia nyanyikan. Tapi Tiffany terlihat tidak peduli akan tampang memelas Donghae. Ia mengangguk mantap.
Geunyeoga saranghan saram eopgetdani
Ireoke geunyeogyeoteseo isseulppunya
Jul su isseo haengboka sarangira
Amugeotdo baraji anha
(Thinking “This girl doesn’t have a person she likes”
I simply stay by her side like this
Because this is a love where I’m happy to be giving
I don’t expect anything in return)
Donghae menghela nafas. Bagian berikutnya dari lagu itu adalah bagian yang paling ia tidak sukai.
Eonjedeun sonnaemildeon daheul geu gose
Eonjedeun bulleojumyeon deullil geu gose
Byeonhameobsi geugose isseojulge
Geunyeo saranghanika
(A place from where I can reach her any time she holds out her hand
A place from where I can visit her any time she calls for me
I’ll stay there without changing
Because I love her)
Donghae merasa malu menyanyikan lagu itu. Baginya, Tiffany yang sekarang ini memandangnya karena kagum, adalah sedang meledeknya karena lirik lagu itu persis menggambarkan keadaannya. Sekali lagi ia bertanya pada Tiffany ‘haruskah ia menyanyikan lagu itu?’ Dan sayangnya, jawaban Tiffany tetap sama.
“Naega taekhan saram..” Donghae menghentikan nyanyiannya. Ia memandanag Tiffany dengan tatapan mengiba lagi. “Aku sungguh geli dengan lagu ini Tiff. Aku tidak mau menyanyikannya.”
“Oppa! Ayolah..lagu ini..”
“Bagaimana kalau Gom Se Mari saja?”
“Huh?”
“Gom semariga han chibeyiso appa gom..”
“Oppa! Oppa! Oppa!” Tiffany menggeleng tidak terima. “Oppa membuat image oppa yang tadinya keren saat menyanyikan Because I’m a Fool menjadi seperti anak ingusan saat menyanyikan ini. Aish..dasar oppa ini. Padahal aku sudah terpesona tadi.”
“Terpesona?” Donghae terdiam beberapa saat sebelum akhirnya membuka mulut kembali. “Kau suka lelaki yang mengeluh karena cintanya tidak terbalaskan? Lelaki yang tidak mendapatkan gadis yang ia cintai karena ia tidak pernah menyatakannya menurutmu itu keren? Lelaki bodoh yang tidak bisa mengatakan cintanya apanya yang keren?”
“Eh? Oppa ini kenapa?”
“Lelaki seperti itu menyedihkan, Tiffany. Sama menyedihkannya dengan kucing yang tergilas bus umum.”
Tiffany tertawa lebar “Oppa ini bicara apa sih? Seperti sedang patah hati saja.”
“Hampir. Aku hampir patah hati.” Donghae hanya tersenyum sekedarnya.
“Baiklah..meskipun oppa tidak mau menyelesaikan lagu itu, aku akan tetap memberi hadiah.”
“Benarkah?”
“De. Mm..karena oppa sudah tua, maka aku akan menggambar sketsa tentang oppa dan calon istri oppa.”
“Hei..siapa bilang aku sudah tua?”
“Hehe..memang oppa sudah tua.” Tiffany membalik kertas buku gambarnya agar mendapatkan kertas yang kosong. “Tentang sketsa tadi..aku menggambar Cho..”
“Tiff, bagaimana kalau kau membuat sketsaku denganmu saja?” potong Donghae karena ia tidak mau mendengar nama ‘Kyuhyun’ disebut oleh Tiffany.
“Denganku?” Tiffany menimbang usulan Donghae. Ia lalu mengangguk dan tersenyum senang, pertanda bahwa ia sangat setuju dengan usul itu. “Aku baru sadar kalau dari kecil kita tidak memiliki foto berdua, oppa. Kalau begitu kita buat saja sketsanya. Satu untukku, satu untuk oppa.”
“Ya, itu pasti sangat menyenangkan.”
Tiffany mulai menarikan pensilnya di atas kertas gambar. Matanya bergerak mengikuti lekukan-lekukan yang ia coretkan. Sedangkan Donghae hanya duduk memperhatikannya. Berpikir bahwa Tiffany adalah gadis tercantik di dunia ini. Beberapa kali ia tersenyum geli saat Tiffany menoleh padanya dan memandanginya dengan raut wajah serius, lalu menghapus beberapa bagian dari coretan yang di kertas gambar.
“Kenapa menggambar wajah oppa jauh lebih sulit dibandingkan Kyuhyun.” Gerutu Tiffany pelan saat kembali memandangi wajah Donghae. Ia kemudian beralih lagi ke kertas gambar. “Apa karena membuat sketsa wajah orang yang kita cintai itu lebih mudah ya?”
Senyuman Donghae memudar. Perlukah Tiffany mengatakan itu di depannya? Kenapa ia harus mendengar nama Kyuhyun kembali disebut? Kini ia mulai membenci nama lelaki itu.
“Mungkin karena aku lebih tampan.” Jawab Donghae asal-asalan. Tiffany menoleh padanya dan memasang tampang ‘Kau bercanda?’ Tiffany tertawa lebar sambil kembali mengerjakan sketsanya.
“Tiff, aku ini juga tampan.” protes Donghae.
“Ehm, oppaku memang tampan.” Kata Tiffany tanpa beralibh dari kertas gambar. Ia tidak sadar bahwa bagian dimana ia berkata ‘oppaku’ membuat jantung Donghae berdegup cepat.
“Mana mungkin kakaknya tidak tampan kalau adiknya secantik aku.” Tambah Tiffany kemudian terkekeh.
“Kakak..” Donghae tersenyum kecut. “Tentu saja ia hanya menganggapmu kakak, Lee Donghae bodoh.” Pikirnya kecewa.
&&&&&
“Bagus. Kita lihat apa yang akan presiden pikirkan setelah melihat ini.”
Seung Hyun mematikan handycam-nya begitu ia rasa cukup sampai disitu ia ‘mengintip’ Tiffany dan Donghae. Ia memutar tubuhnya, dan sangat terkejut karena Yonghwa entah dari kapan sudah ada di belakangnya.
“Kau sedang apa?” bingung Yonghwa. Ia melihat ke arah taman, tapi tidak menyadari adanya Tiffany dan Donghae.
“Tidak ada.” Seung Hyun mengendikkan bahunya. “Hanya bermain-main dengan handycam baruku.”
“Oh.” Yonghwa menganggguk paham. Ia kemudian teringat tujuannya mendatangi Seung Hyun. “Agen Choi, apa kau melihat radioku?”
“Apa? Kau menghilangkannya?” Seung Hyun terlihat sama terkejutnya dengan Seohyun.
“Rr..tidak juga. Aku hanya lupa menaruhnya dimana. Pasti ada di suatu tempat.”
Seung Hyun melempar pandangan ‘Itu sama saja, idiot. Kau cari mati ya menghilangkan benda sepenting itu?’ Yang di mata Yonghwa bagaikan Seung Hyun berkata ‘Awas saja aku akan melaporkanmu pada Ketua Lee besok.’
Buru-buru Yonghwa memasang tampang memelas. “Tolong jangan laporkan ini pada Ketua Lee. Aku mohon, Agen Choi.”
Seung Hyun tersenyum meremehkan. “De.” Jawabnya singkat dan kemudian berlalu.
“Agen Choi!” panggil Yonghwa membuat Seung Hyun menoleh padanya. “Kalau kau menemukan radioku, tolong beritahu aku ya?”
Seung Hyun mengangguk sekenanya. “Yonghwa, kuberitahu satu hal. Kau tidak perlu bersikap sopan seperti itu saat jam kerja kita berakhir.”
“Eh?”
Seung Hyun tidak mau menjelaskan lebih lanjut pada Yonghwa, karena itulah ia segera kembali berjalan menuju kamar.
&&&&&
Kyuhyun menyambut kedatangan Yu Jin dengan senyuman lebar. “Kau terlambat.” Katanya pura-pura kesal.
Yu Jin meletakkan makanan yang dibelinya sebelum ke apartemen Kyuhyun ke meja makan. “Ini karena Tiffany. Ia menghilang dari kamar dan kami harus mencarinya dulu.”
“Gadis merepotkan.”
Yu Jin mengangguk setuju. “Tapi juga menguntungkan.” Gumamnya sendiri. Ia mulai mengeluarkan makanan yang ia beli dan menyiapkannya di piring.
Sementara Kyuhyun hanya duduk memerhatikannya. “Kau cantik.”
Yu Jin melirik Kyuhyun. Ia memberi senyuman pada Kyuhyun seolah senang karena pujian yang baginya menjijikkan itu. Setelah makanan siap, mereka berdua mulai menyantapnya sembari mengobrol.
“Besok bisakah kau menyatakan perasaanmu pada Tiffany?” tanya Yu Jin akhirnya.
“Secepat ini?”
“Ya. Untuk apa kita menunda terlalu lama. Toh sudah jelas Tiffany suka padamu.”
“Tapi..”
“Kalau ia tidak suka padamu untuk apa ia pusing memilih puluhan hadiah untukmu tiga hari lalu. Kau harus melihat sendiri bagaimana ia merepotkan kami dengan segala macam pertanyaan tidak penting untuk sekedar memutuskan hadiah untukmu keesokan harinya.”
“Hadiah?” Kyuhyun menunjuk arloji pemberian Tiffany yang tergeletak di kolong meja di ruang tv. “Cih. Kalau ia memberiku ferrari mungkin aku akan menganggap itu hadiah.”
Yu Jin tertawa singkat. “Mungkin bukan ferrari, tapi kurasa kau bisa meminta yang lain. Karena itulah kau harus menyatakan perasaanmu padanya.”
“Aku tidak tertarik.” Jawab Kyuhyun sambil melahap makanannya. Yu Jin memutar bola matanya, baginya Kyuhyun sangat merepotkan.
Sementara Kyuhyun sibuk menyantap makan ‘malam’, Yu Jin hanya memandanginya. Memikir cara untuk membuatnya setuju menyatakan cinta pada Tiffany. Begitu ia menyelesaikan makan malam, barulah ia sadar kalau Yu Jin memperhatikannya. “Kenapa?”
“Sudah selesai?” Tanpa menunggu jawaban, Yu Jin membereskan piring kotor dan peralatan lainnya. Ia membawa ke dapur untuk mencucinya.
Kyuhyun lalu mengikuti Yu Jin. Ia memeluk Yu Jin dari belakang, menyandarkan dagunya di bahu Yu Jin, dan memandangi wajah Yu Jin dari samping. Tapi Yu Jin terlihat tidak peduli dan malah sibuk mengurusi piring-pring kotor di tempat cuci.
“Jadi kau memang tidak mencintaiku.” Pikir Kyuhyun. Akal sehatnya selalu kembali berfungsi setiap kali menyadari sikap dingin dari Yu Jin.
“Besok aku akan menyatakan cinta pada Tiffany.” ujar Kyuhyun. Yu Jin menoleh padanya dan tersenyum manis.
“Hanya jika kau melakukan sesuatu untukku.” Lanjut Kyuhyun membuat Yu Jin menyipitkan mata.
“Apa maksudmu?”
Kyuhyun melepas pelukannya. Ia memindah posisinya dengan berdiri di samping Yu Jin tapi menghadap arah berlawanan dari Yu Jin. “Kau masih ingat kapan terakhir kali kita berciuman?”
Tatapan Yu Jin yang semula curiga berubah menjadi tatapan jijik. Tidak perlu dijelaskan lagi, ia tahu apa yang dimaksud Kyuhyun. Ia kembali melihat ke arah piring-piring yang telah selesai ia bersihkan. Kemudian meletakkan piring-piring itu ke rak.
“Aku tidak memaksamu. Kau boleh menolak tapi jangan harap aku mau melakukan hal itu.” ancam Kyuhyun diikuti seringaian.
Sayangnya, Yu Jin tidak menanggapi perkataan Kyuhyun. Ia berjalan melewati Kyuhyun namun Kyuhyun menahan lengannya. “Lakukan kalau kau memang mencintaiku. Lakukan kalau kau ingin aku menyatakan cinta pada Tiffany. Lakukan, Yu Jin.”
Yu Jin menatap tajam pada Kyuhyun. Namun detik berikutnya, tatapan itu berubah menjadi tatapan teduh. Ia tersenyum pada Kyuhyun dan mengusap pipi lelaki itu dengan lembut. “Empat tahun tidak membuatmu berubah, Kyu.”
Kyuhyun terhenyak akan sikap Yu Jin yang seringkali berubah-ubah. Akal sehat yang sempat menghampirinya tadi, mulai tertelan oleh perasaannya. Yu Jin yang dilihatnya sekarang, sama persis dengan gadis manis yang ia kenal empat tahun lalu. “Kenapa kau selalu berhasil menghilangkan pikiranku?” sinis Kyuhyun yang lebih terdengar seperti mengiba.
“Kyu..” panggil Yu Jin dengan lembut. Ia merapatkan tubuhnya pada Kyuhyun. Tangannya kini berganti membelai rambut Kyuhyun yang agak ikal. Perlahan, ia mendekatkan wajahnya pada Kyuhyun. Hanya perlu sedikit mendongak untuk menjajarkan wajah mereka, mengingat tubuhnya yang tinggi.
“Jadi ini mudah untukmu?” gumam Kyuhyun tidak percaya. Yu Jin hanya membalasnya dengan anggukan kecil. Detik berikutnya, bibir mereka telah bertemu. Dan sekali lagi, Yu Jin membuat lelaki itu bertekuk lutut.
&&&&&
Seung Hyun mengendap-endap masuk ke ruangan kerja presiden. Beruntung, tidak ada satupun pengawal presiden yang berada di tempat itu. Mungkin presiden tidak sedang berada dalam istana, begitu dugaan Seung Hyun. Ia lalu meletakkan amplop cokelat yang tadi ia sembunyikan di balik punggungnya, ke atas meja kerja presiden Hwang. Ia menepuk-nepuk amplop itu dan tersenyum licik sebelum keluar dari ruangan.
“Mungkin kau tidak akan langsung dipecat karena ini, Lee Donghae. Tapi aku yakin ini akan membantu kami membuatmu kehilangan kepercayaan presiden padamu.”
“Agen Choi?”
Seung Hyun tersentak kaget karena suara Yonghwa. Laki-laki itu berdiri di depan lukisan yang terpasang persis di sebelah kiri pintu ruang kerja presiden.
“Sial.” Umpat Seung Hyun dalam hati sebelum berbalik menghadap Yonghwa.
“Kau dipanggil presiden Hwang?” tanya Yonghwa dengan polosnya. Seung Hyun yang tadinya berpikir Yonghwa memergokinya masuk diam-diam menjadi sadar kalau Yonghwa bukan orang yang perlu ia khawatirkan.
“Iya.” jawab Seung Hyun singkat. “Dan kau sendiri?”
“Oh. Aku mencari radioku tadi.” Yonghwa mengangkat radio yang ada ditangannya dan tersenyum riang. “Ternyata aku menjatuhkannya di dekat sana.” Tunjuknya pada pot tanaman sudut belokan lorong.
“Baguslah.” Kata Seung Hyun tak peduli kemudian berjalan meninggalkan Yonghwa.
“Tapi bukankah presiden belum datang?” gumam Yonghwa sedikit heran. Ia mengendikkan bahu dan berlalu dari tempat itu.
&&&&&
Donghae melihat ke sampingnya. Tiffany yang bersandar pada bahunya telah tertidur dari satu jam lalu. Donghae mengambil buku gambar yang ada di atas pangkuan Tiffany. Ia membuka halaman pertama buku itu. terdapat sketsa kedua orang tua Tiffany yang sedang duduk di bangku taman. Tentu Donghae bisa mengenalinya, Tiffany memang pandai menggambar. Di gambar itu, Tuan dan Nyonya Hwang saling memandang dan tengah tersenyum hangat. Di sudut kiri bawah kertas itu, terdapat tulisan kecil ‘Hadiah terindah dari Tuhan untukku’. Donghae tersenyum, memiliki keluarga harmonis adalah impian semua anak di dunia. Dan Tiffany beruntung karena mendapat kesempatan itu.
Donghae lalu membalik ke halaman berikutnya. Terdapat sketsa istana yang nampak megah seperti aslinya. Sama seperti sebelumnya, di sudut kiri bawah kertas itu juga terdapat catatan kecil. ‘Indah sekaligus kosong’. Donghae mengerutkan keningnya. Ia sepertinya mulai mengerti kenapa Tiffany menyelinap keluar kamar malam ini. Mungkin karena Tiffany bosan terkurung di kamarnya, ruangan persegi dengan ukuran lapangan sepakbola. Toh Tiffany gadis biasa yang juga ingin bebas seperti yang lainnya.
Donghae mengusap kepala Tiffany dengan penuh sayang dan kemudian membalik lagi halaman berikutnya. Sebuah sketsa laki-laki yang sedang membawa kotak kecil. Donghae tahu siapa lelaki itu, Cho Kyuhyun. Ia membaca tulisan Tiffany yang lebih panjang dari sebelumnya. ‘Ia berlari dan memanggil namaku. Keningnya penuh peluh, nafasnya tersengal, tapi bibirnya menyunggingkan senyum. Hadiah sederhana dari lelaki istimewa.’ Donghae buru-buru membalik kertas itu. Sayang, di halaman berikutnya juga terdapat sketsa Kyuhyun. Bedanya Kyuhyun saat itu sedang memandangi arloji di tangannya dengan senyum mengembang. ‘Ia tersenyum. Mungkinkah ia senang pada hadiah yang kuberikan? Semoga ini bukan sekedar etika atau sopan santun.’
Donghae membalik halaman itu, lagi-lagi sketsa Kyuhyun. Juga pada halaman-halaman berikutnya. Hampir semuanya adalah sketsa Kyuhyun. Baru di dua halaman terakhir terdapat gambarnya dan Tiffany. Sketsa yang baru Tiffany selesaikan tadi. Pertama, gambar dua anak kecil yang sedang berlarian di taman. Anak laki-laki dengan kaos dan topi yang kebesaran sedang mengejar anak perempuan dengan rambut yang diikat dua dan baju layaknya putri di dongeng-dongeng. ‘Jika Cinderella memiliki ibu peri, maka aku memiliki kakak yang selalu menjagaku.’ Donghae tersenyum, ia ingat saat masih kecil mereka sering sekali bermain kejar-kejaran. Setiap kali ia berhasil menangkap Tiffany, pasti Tiffany akan menangis. Sehingga Donghae melepaskannya dan mengaku kalah. Tiffany kecil akan berhenti menangis dan kemudian memamerkan gigi serinya yang hilang satu.
“Tiffany curang.” Gumam Donghae menirukan kalimat yang sering ia ucapkan saat kecil dulu. Ia memandangi wajah Tiffany dan sekali lagi mengusap kepala gadis itu.
Ia lalu membalik halaman terakhir buku gambar itu. Jika tadi adalah sketsanya dan Tiffany saat kecil, maka di kertas itu terdapat sketsa mereka di masa sekarang. Benar-benar sekarang, yaitu sketsa laki-laki dan perempuan yang duduk di bawah pohon dengan latar yang gelap. Si laki-laki yaitu Donghae sedang menunduk dan bibirnya membentuk sebuah kata. Sedang yang perempuan yang adalah Tiffany, tengah memandang Donghae sambil tersenyum. Ia membaca tulisan kecil yang cukup panjang di bagian bawah.
Because I’m a Fool versi oppa jauh lebih indah dari tokoh Kang Shinwoo.
Meski ia merusak pesonanya dengan menyanyikan lagu anak-anak setelah itu ==
Aku baru tahu suara oppa yang aneh bisa berubah menjadi semerdu ini, kkk.
PS: Jangan mengatai lagu kesukaanku ini menggelikan xp
Donghae terkekeh saat membaca baris terakhir dari tulisan Tiffany. Ia mengusap kertas gambar itu dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
“Hmh..” Tiffany menggerakan kepalanya tanpa sadar, mencari posisi yang lebih nyaman.
“Karena lagu itu memang menggelikan, Tiff.” Lirih Donghae yang sedang menatap wajah Tiffany yang masih terlelap. Di dalam pikirannya kini terngiang lagi lirik lagu yang tidak ia selesaikan tadi.
Na daesin jikleojul saram olttaekkaji
Jamsiman geunyeogyeoteseo isseulppunya
Barabwado haengbokhan sarangira
Amugeotdo pillyochi anha
(Until someone else to watch over her in my place arrive
I’ll stay by her side for the time being
Because this is a love where I’m just happy to gaze at her
I don’t need anything in return)
“Apa kau begitu mencintai Kyuhyun?”
Eonjena gidaeswil su itdorok
Enjena gateun moseubeuro isselge
Insado eobsi nal tteonagandaedo
Gamsahamyeo bonaelge
Nan baboraseo
(So that she can lean on me and rest any time
I’ll always appear the same
Even if she leaves me without saying goodbye
I’ll let her go saying thanks
Because I’m a fool)
“Apa bagusnya lagu seperti itu, Tiff?”
Donghae mengalungkan lengannya pada bahuTiffany. Sedangkan tangan yang satunya ia lingkarkan pada lekukan kaki Tiffany dan juga membawa peralatan gambar Tiffany. Dengan begitu, mereka kembali ke dalam bangunan istana.
&&&&&
Esok harinya, seperti biasa Tiffany berangkat ke kampus dengan dikawal para Donghae dan yang lainnya. Ia memasuki kelas bersama Donghae. Sementara Donghae berjalan ke bagian kelas paling belakang, Tiffany memilih tempat duduk. Tak lama, Kyuhyun datang dan duduk di sebelah Tiffany. Mereka hanya sempat bertukar salam karena dosen datang tak lama setelah Kyuhyun masuk.
Saat Tiffany mendengarkan penjelasan dosen, tiba-tiba sebuah gumpalan kertas mendarat di mejanya. Ia menoleh ke samping, mengira bahwa Kyuhyun yang melemparkan itu. Benar saja, Kyuhyun sedang tersenyum padanya dan memberi isyarat agar Tiffany segera membuka kertas tersebut.
‘Setelah kelas ini usai, temui aku di taman belakang. Ada yang ingin kubicarakan. Hanya berdua.’
Tiffany menuliskan balasan di bawah tulisan Kyuhyun yang berantakan itu. ‘Aku ada kelas lain. Lagipula, aku tidak akan dibolehkan kalau kesana sendiri.’
Tak lama setelah Tiffany mengembalikan kertas itu pada Kyuhyun, kertas lainnya sudah mendarat di mejanya.
‘Kalau begitu setelah kelasmu selesai. Aku hanya ada kelas ini hari ini. Tidak bisa, Tiff. Ada yang harus kukatakan berdua denganmu. Jika ada orang lain aku pasti tidak bisa mengatakannya.’
Tiffany menoleh pada Kyuhyun dan menggeleng. Meski ingin, tetap saja ia tidak bisa menuruti permintaan Kyuhyun. Kyuhyun merobek kertas lagi dan menuliskan sesuatu. Ia meremas kertas itu lalu melemparkan pada Tiffany lagi.
‘Hanya sepuluh menit. Ini penting, Tiff. Please..’
Tiffany menggigit bibir bawahnya. Haruskah ia menyelinap beberapa saat untuk menemui lelaki yang ia cintai? Lalu bagaimana dengan Donghae dan pengawalnya nanti?
“Ayolah..” lirih Kyuhyun sambil menelungkupkan tangannya ke depan dada saat Tiffany melihat ke arahnya. Ia tersenyum lebar saat Tiffany memberi anggukan.
&&&&&
“Oppa, aku ingin ke toilet.” Kata Tiffany pada Donghae begitu mata kuliah kedua selesai.
“Iya, nona.” Donghae kemudian memanggil Seohyun dan Yu Jin. “Agen Seo, Agen Kim, temani nona ke toilet.”
Yu Jin lalu berdiri di samping kanan Tiffany sedang Seohyun berada di samping kirinya. Yu Jin menggerakan tangannya ke depan sebagai simbol untuk mempersilahkan Tiffany berjalan. Begitu sampai di sana, Yu Jin meminta Seohyun menjaga di luar toilet sementara ia berjaga di depan bilik yang digunakan Tiffany.
“Apa yang harus kulakukan?” cemas Tiffany begitu ada di dalam bilik toilet. Ia mendongak. ada jendela kecil di atas bilik yang ia gunakan. Ia berpikir dapat keluar dari sana. Karena itu ia kemudian memanjat di atas closet.
Dak! Tiffany terpeleset dan hampir terjatuh kalau saja punggungnya tidak ia tabrakkan pada dinding kayu bilik. Yu Jin yang berada di luar, bisa mendengarnya dengan jelas. Baru ia mau menanyakan keadaan Tiffany, ia sudah melihat kepala Tiffany menyembul keluar. Tangan Tiffany membuka paksa jendela kaca di atas, membuat Yu Jin semakin mengerling heran. Tidak butuh waktu lama, jendela itu terbuka dan Tiffany menerobos keluar. Yu Jin tertawa sinis, ia baru menyadari apa yang akan dilakukan Tiffany.
“Cho Kyuhyun, kau cukup bisa diandalkan.”
Yu Jin menunggu sampai beberapa menit, memberi waktu pada Tiffany untuk melarikan diri. Barulah ia memulai sandiwaranya.
“Nona.” Yu Jin mengetuk pintu bilik beberapa kali dan memanggil Tiffany. Sampai Seohyun mendengarnya lalu menghampirinya.
“Ada apa, Agen Kim?”
“Aku mendengar suara benturan tadi. Aku khawatir terjadi sesuatu pada nona di dalam.” Bohong Yu Jin. Lantas Seohyun mengetuk pintu dan memanggil Tiffany, sama seperti yang Yu Jin lakukan tadi. Tentu saja tidak akan ada jawaban.
“Kita dobrak saja.” Putus Seohyun. Yu Jin mengangguk setuju. Mereka kemudian mundur ke belakang beberapa langkah. Dengan aba-aba dari Yu Jin, keduanya serempak melayangkan kaki kanan mereka ke arah pintu hingga pintu menjeblak terbuka. Dan..seperti yang Yu Jin tahu, tidak ada siapapun di sana.
“Kemana nona?!” panik Seohyun.
Yu Jin juga ikut memasang raut panik dan kemudian mengambil radio dari saku rompinya. “Ini scorpion. Alexandrite menghilang.”
“Agen Seo..”
Seohyun melewati Yu Jin tanpa mendengarkannya lebih dahulu. Ia berlari keluar untuk mencari Tiffany. Sedangkan Yu Jin malah tertawa sendiri dan memainkan kuku jarinya. Ia lalu berjalan ke arah cermin besar di dinding. Ia merapikan rambutnya dan tersenyum licik pada bayangannya di cermin. Saat ia keluar, seseorang tengah bersandar di dinding sambil memainkan arlojinya.
“Agen Choi, kenapa ada disini?” canda Yu Jin. Tebaknya, Seung Hyun pasti sudah tahu.
Seung Hyun tertawa kecil. “Dimana ia?” tanya Seung Hyun lalu belarih dari arlojinya.
“Entahlah. Yang jelas sedang bersama Kyuhyun.”
“Kita harus menemukannya sebelum yang lain. Ada yang harus kita lakukan.”
Yu Jin menatap Seung Hyun heran. Ada yang ia tanyakan, tapi ia rasa ia akan mendapatkan jawabannya nanti. “Kyuhyun dulu menyatakan cintanya padaku di belakang halaman sekolah. Mungkin ia akan melakukan itu juga pada TIffany.”
&&&&&
Tiffany mencari sosok Kyuhyun begitu ia sampai di taman belakang. Di tepi danau buatan, ia melihat Kyuhyun sedang mondar mandir sambil menendang batu kecil. Tiffany pun menghampirinya dan Kyuhyun menyambut dengan senyum hangat.
“Kyuhyun-ah. Aku tidak punya banyak waktu. Sebentar lagi mereka psti menemukanku.”
Kyuhyun mengangguk mengerti. Ia meraih kedua tangan Tiffany dan menggenggamnya. Membuat Tiffany mengerling heran lalu menunduk malu.
“Ada yang ingin kukatakan, Tiff. Sesuatu yang cukup lama kupendam.”
“A..apa?” gugup Tiffany masih dengan wajah tertunduk.
Kyuhyun mengangkat dagu Tiffany agar gadis itu menatap wajahnya. “Mungkin ini terdengar konyol karena kita tidak mengenal cukup lama. Tapi jujur, sejak pertama bertemu denganmu aku merasakan sesuatu.”
Tangan Kyuhyun mengusap tangan Tiffany yang ia genggam. “Sesuatu yang membuat jantungku berdebar cepat dan kesulitan bernafas. Sesuatu yang pada awalnya tidak kumengerti namun sekarang bisa dengan jelas kupahami.”
“Fany-ah. Aku mencintaimu.”
Satu kalimat itu berhasil membuat Tiffany membeku. Ia tidak menyangka akan mendengarnya secepat ini dari mulut lelaki yang ia cintai. “A..aku..”
“Apa kau juga mencintaiku?”
Tiffany kembali menunduk namun Kyuhyun mengangkat dagunya kembali. “Apa kau mau menjadi kekasihku, Tiff?” tanya Kyuhyun lagi. Dan seperti dugaannya, Tiffany mengangguk. Ia merengkuh gadis itu dan membisikkan kata terima kasih dengan lembut.
Kyuhyun mengusap punggung Tiffany. “Terima kasih telah menjadi gadis yang bodoh.”pikirnya sembari menyeringai.
&&&&&
“Kau tidak ingin bertanya apa yang sedang kurencanakan?” tawar Seung Hyun sembari membuka kaca pelindung arlojinya.
Yu Jin ikut memandangi arloji Seung Hyun lalu menggeleng. “Apapun itu aku yakin bukan rencana bodoh. Jangan katakan padaku itu arloji pengintai.”
“Seperti biasa, Yu Jin begitu pintar.” Puji Seung Hyun yang sebenarnya ucapan bahwa perkiraan Yu Jin benar. Ia membuka kaca hitam tipis tempat jarum dan angka-angka menempel. Di baliknya, terdapat kamera kecil. Seung Hyun lalu memutar tombol pengatur yang bagi orang awam adalah pengatur jarum jam biasa. Berikutnya, ia menghadapkan arlojinya ke arah Tiffany dan Kyuhyun agar kamera tersebut dapat menangkap foto-foto mereka. Ia lalu merapikan kembali arlojinya saat melihat sosok Seohyun mendekat.
“Angkat radiomu.” Perintah Seung Hyun pada Yu Jin.
&&&&&
“Nona?” Seohyun baru akan melaporkan pada Donghae bahwa ia telah menemukan Tiffany. Tapi ia mengurungkan niat saat melihat Seung Hyun dan Yu Jin hanya diam memperhatikan Tiffany dari kejauhan. Ia menghampiri keduanya dan memberi tatapan curiga. “Apa..”
Yu Jin mengerti maksud Seung Hyun. Ia memotong pertanyaan Seohyun dengan laporannya pada Donghae. “Scorpion melapor. Alexandrite ada di taman belakang.”
Seohyun menyimpan kembali kecurigaannya dalam pikirannya sendiri. Hingga Donghae dan Yonghwa tiba di tempat itu. Awalnya, ia tidak menyadari kehadiran mereka. Sampai Yonghwa menyikutnya. “Kenapa?” ketusnya.
Yonghwa mengarahkan radionya ke depan, membuat Seohyun memandang ke depan. Beberapa langkah di depan mereka, Donghae terdiam di tempat. Dan alasan yang bisa menjelaskan kebekuan Donghae adalah pelukan antara Tiffany dan Kyuhyun.
&&&&&
Donghae mengajak Tiffany ke mobil seolah ia tidak melihat apa-apa. Tiffany sendiri tidak terkejut saat melihat para pengawalnya telah menemukannya dalam waktu singkat.
“Aku pulang.” Pamit Tiffany pada Kyuhyun yang dibalas dengan anggukan. Ia lalu berjalan meninggalkan taman dengan diikuti para pengawalnya. Tanpa ada yang tahu, Yu Jin sempat tersenyum pada Kyuhyun.
&&&&&
Tiffany tersenyum-senyum mengingat kejadian beberapa menit lalu. Sampai sekarang jantungnya masih berdebar-debar. Kontras sekali dengan Donghae yang terlihat mendung.
“Oppa.” Panggil Tiffany dengan senyum yang tak hilang. Sepertinya ia tidak menyadari ada sesuatu yang mengganggu Donghae.
“Nyanyikan sesuatu untukku. Aku sedang sangaaatt bahagia.”
“Aku tidak bisa menyanyi.” Tolak Donghae.
“Oppa semalam bisa menyanyi. Ayolah oppa..hadiah untukku yang sekarang untuk memiliki kekasih.”
Donghae menoleh pada Tiffany. Ia tidak menyangka kalau Tiffany akan terang-terangan begitu padahal saat ia memergokinya berpelukan dengan Kyuhyun, Tiffany terlihat malu.
“Kenapa oppa kaget begitu? Aku yakin oppa sudah tahu kalau aku dan Kyuhyun..”
“Aku tidak bisa menyanyi nona.” Kata Donghae tidak membiarkan Tiffany menyelesaikan ucapannya. Ia kembali memandang ke depan.
“Aish.. Ini perintah. Oppa harus menyanyi.” Paksa Tiffany.
Donghae menghela nafas sebelum akhirnya menuruti kemauan sang nona. Sayangnya, bukan lirik lagu cinta yang keluar dari bibir Yonghwa seperti yang Tiffany inginkan. Melainkan lagu pilu kesukaan Tiffany.
Nan baboraseo geureongabwa
Apeuge haedo gwenchanheungabwa
(I must be like this because I’m a fool
It seems alright even if I’m hurt)
“Ah oppa kenapa menyanyikan lagu ini?” protes Tiffany dengan kesal. Donghae hanya mengendikkan bahunya, membuat Tiffany semakin kesal.
“Oppa kenapa?” bingung Tiffany dalam hati.
&&&&&
Sesampainya di mobil, Yu Jin menagih penjelasan pada Seung Hyun.
“Semalam Donghae menemani Tiffany di taman istana. Aku merekam kejadian itu dan menyelipkan cd berisi rekaman tersebut ke meja presiden. Sekarang, aku akan menambah satu kejutan lagi dengan foto-foto ini. Aku jamin, presiden akan memanggil Donghae untuk menghadapnya dan..”
“Dan memecatnya?” potong Yu Jin antusias.
“Tidak. Presiden hanya akan memberinya peringatan. Kita perlu melakukan banyak hal untuk mendepak Donghae, Yu Jin-ah.”
“Kau mengubah rencana kita?”
“Kita tidak perlu menjerumuskan anak bodoh bernama Cho Kyuhyun itu. Berterima kasihlah padaku.”
“Aku tidak mengerti Seung Hyun. Apa maksudmu?”
“Aku memiliki rencana yang lebih baik.” Seung Hyu menginjak pedal gas lebih dalam untuk menambah kecepatan. “Dengan bersama Kyuhyun, Tiffany akan menjadi pemberontak kecil yang selalu melarikan diri dari para ‘malaikat pelindungnya’ dan juga membantah ucapan presiden. Karena Donghae mencintainya, aku yakin ia akan menuruti semua keinginan Tiffany termasuk membiarkannya melarikan diri bersama Kyuhyun dari kita. Kita hanya perlu melaporkan semua ini pada presiden secara diam-diam. Dengan begitu presiden akan geram dan pada akhirnya memecat Donghae. Berani bertaruh, presiden akan mengangkat Yonghwa sebagai ketua pengawal setelah itu. Ada sesuatu yang membuat presiden mempekerjakan Yonghwa dan itu bukan karena kemampuannya tentu saja.”
Melihat ekspresi Yu Jin yang tidak puas, Seung Hyun kembali melanjutkan penjelasannya. “Sedikit bantuan kita, Kyuhyun bisa dengan mudah menculik Tiffany. Kita akan tetap memainkan peran kita sebagai pengawal sementara kita menculiknya. Sedangkan Kyuhyun akan tetap menjadi mahasiswa biasa yang kehilangan kekasihnya. Presiden tidak akan mencurigainya, tapi mencurigai Donghae. Dendam karena kehilangan pekerjaan dan sakit hati karena ditolak Tiffany. Presiden juga tidak akan mencurigai kita, karena yang mengetuai adalah Yonghwa, orang yang kurasa juga ia percaya. Sempurna bukan?”
“Sempurna? Cih. Apa menurutmu presiden akan diam tanpa melakukan penyelidikan pada Donghae?”
“Mudah. Kita peralat Donghae. Jika ia tidak mau pujaan hatinya kita sakiti, maka ia hanya perlu mengorbankan dirinya.”
“Jangan berbelit-belit. Apa maksudmu?”
“Kita buat keadaan seolah Donghae-lah yang memang menculiknya. Ia akan menuruti kemauan kita demi melindungi Tiffany.”
Tbc-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar